JAM-Pidum Menyetujui 12 Restorative Justice, Salah Satunya Perkara Penggelapan di Kalimantan Utara
Jaksa Agung RI melalui Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (JAM-Pidum) Prof. Dr. Asep Nana Mulyana memimpin ekspose virtual dalam rangka menyetujui 12 (dua belas) permohonan penyelesaian perkara berdasarkan mekanisme Restorative Justice (keadilan restoratif) pada Selasa 18 Maret 2025.
Adapun salah satu perkara yang diselesaikan melalui mekanisme keadilan restoratif yaitu terhadap Tersangka Thomas Gildus Feka alias Tomi anak dari Antonius Feka dari Kejaksaan Negeri Malinau, yang disangka melanggar Pasal 372 KUHP tentang Penggelapan.
Kronologi bermula pada hari dan tanggal kejadian, Tersangka yang merupakan karyawan di bengkel (tidak resmi) milik Saksi Korban Margareta binti Atong, yang berlokasi di Desa Pulau Sapi RT.009, Kecamatan Mentarang, Kabupaten Malinau, Provinsi Kalimantan Utara, tinggal di rumah Saksi Korban selama bekerja di bengkel tersebut.
Pada saat kejadian, Tersangka datang menemui Saksi Korban dengan maksud untuk meminjam sepeda motor. Tersangka menyampaikan permintaannya untuk meminjam motor saksi korban. Saksi Korban kemudian menanyakan tujuan peminjaman tersebut. Tersangka pun menjawab bahwa ia ingin pergi turun untuk menghantarkan temannya. Mengingat bahwa Tersangka adalah karyawan di bengkel miliknya, Saksi Korban pun menyetujui permintaan tersebut, sehingga Tersangka dengan mudah dapat meminjam dan menggunakan sepeda motor yang berada di bengkel miliknya.
Setelah mendapatkan izin dari Saksi Korban, Tersangka kemudian mengambil satu unit sepeda motor Honda Revo warna biru silver dengan nomor polisi KU 3886 GV dengan nomor mesin JBC2E-1033767, dan nomor rangka MH1JBC2109K032528, yang merupakan milik Saksi Alpius anak dari Mulung (Alm). Sepeda motor tersebut baru saja selesai diperbaiki di bengkel milik Saksi Korban. Tersangka juga membawa serta kunci motor tersebut.
Namun, tanpa seizin dan sepengetahuan Saksi Korban, Tersangka justru membawa sepeda motor tersebut ke Desa Trans, Kecamatan Malinau Hilir, Kabupaten Malinau. Berdasarkan informasi yang diperoleh, Tersangka memiliki maksud untuk mengamankan sepeda motor tersebut guna kepentingan pribadinya, yakni untuk melakukan pekerjaan sampingan. Setelah membawa motor tersebut, Tersangka tidak memberikan kabar dan tidak mengembalikan motor kepada pemiliknya.
Akibat perbuatan Tersangka, Saksi Alpius anak dari Mulung (Alm) dan Saksi Margareta binti Atong mengalami kerugian dan kejadian ini dilaporkan kepada pihak berwenang guna proses hukum lebih lanjut.
Mengetahui kasus posisi tersebut, Kepala Kejaksaan Negeri Malinau, I Wayan Oja Miasta, S.H., M.H., Kasi Pidum Nurhadi, S.H. serta Jaksa Fasilitator Andrew Bresnev Kombong, S.H. menginisiasikan penyelesaian perkara ini melalui mekanisme restorative justice.
Dalam proses perdamaian, Tersangka mengakui dan menyesali perbuatannya serta meminta maaf kepada Saksi Korban. Lalu Saksi Korban meminta agar proses hukum yang dijalani oleh Tersangka dihentikan.
Usai tercapainya kesepakatan perdamaian, Kepala Kejaksaan Negeri Malinau mengajukan permohonan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif kepada Kepala Kejaksaan Tinggi Kalimantan Utara Amiek Mulandari, S.H., M.H.
Setelah mempelajari berkas perkara tersebut, Kepala Kejaksaan Tinggi Kalimantan Utara sependapat untuk dilakukan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif dan mengajukan permohonan kepada JAM-Pidum dan permohonan tersebut disetujui dalam ekspose Restorative Justice yang digelar pada Selasa 18 Maret 2025.
Selain itu, JAM-Pidum juga menyetujui perkara lain melalui mekanisme keadilan restoratif, terhadap 11 (Sebelas) perkara lain yaitu:
Tersangka Yayan Budianto alias Putra bin Alm. Hosman dari Kejaksaan Negeri Tabalong, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
Tersangka Sri Ratno bin (Alm) Suparno dari Kejaksaan Negeri Wonogiri, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
Tersangka Mardiana binti (Alm) Lahadi dari Kejaksaan Negeri Tarakan, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
Tersangka Marjuki alias Bogel bin Alm Sutrisno dari Kejaksaan Negeri Gunungkidul, yang disangka melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian.
Tersangka Heri Indriyanto bin Heri Mulyono (Alm) dari Kejaksaan Negeri Yogyakarta, yang disangka melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian.
Tersangka Jason Kevin Wicaksono alias Kevin bin Jimmy Bambang Suroso dari Kejaksaan Negeri Purwokerto, yang disangka melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian.
Tersangka Eliwati alias Eli alias Icol binti Hamid Layong dari Kejaksaan Negeri Tarakan, yang disangka melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian.
Tersangka I Maskam alias Kam bin Siun, Tersangka II Agus Mayadi Alias Agus bin Udin, Tersangka III Subaidi alias Bedi bin Mahidi dari Kejaksaan Negeri Lombok Timur, yang disangka melanggar Pasal 363 Ayat (1) ke-4 KUHP tentang Pencurian dengan Pemberatan.
Tersangka Ismail Madjid bin Sukarmin dari Kejaksaan Negeri Grobogan, yang disangka melanggar Pasal 363 Ayat (1) Angka 3 KUHP tentang Pencurian dengan Pemberatan.
Tersangka Khairurraziqin alias Ros bin Haji Muh. Ali dari Kejaksaan Negeri Lombok Timur, yang disangka melanggar Pasal 480 ke-1 KUHP tentang Penadahan.
Tersangka A. Nur Ichsan bin Sumi (Alm) dari Kejaksaan Negeri Grobogan, yang disangka melanggar Pasal 480 ke-1 KUHP tentang Penadahan.
Alasan pemberian penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif ini diberikan antara lain:
Telah dilaksanakan proses perdamaian dimana Tersangka telah meminta maaf dan korban sudah memberikan permohonan maaf;
Tersangka belum pernah dihukum;
Tersangka baru pertama kali melakukan perbuatan pidana;
Ancaman pidana denda atau penjara tidak lebih dari 5 (lima) tahun;
Tersangka berjanji tidak akan lagi mengulangi perbuatannya;
Proses perdamaian dilakukan secara sukarela dengan musyawarah untuk mufakat, tanpa tekanan, paksaan, dan intimidasi;
Tersangka dan korban setuju untuk tidak melanjutkan permasalahan ke persidangan karena tidak akan membawa manfaat yang lebih besar;
Pertimbangan sosiologis;
Masyarakat merespon positif.
“Para Kepala Kejaksaan Negeri dimohon untuk menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) Berdasarkan Keadilan Restoratif sesuai Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2020 dan Surat Edaran JAM-Pidum Nomor: 01/E/EJP/02/2022 tanggal 10 Februari 2022 tentang Pelaksanaan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif sebagai perwujudan kepastian hukum,” pungkas JAM-Pidum. (K.3.3.1)